Di desa itu ia dianggap sinting. Ia tak segan mengejar atau melempar batu pada orang yang berani menebang pohon di desa itu. Tapi ia senang membagi nangka, kelapa, sawo, petai ataupun jambu dan mangga yang berbuah di pohon yang ditanamnya. Ia aneh. Kerjanya menanam pohon di tanah-tanah desa, pinggiran kali, pinggiran jalan, bahkan tanah desa di sekeliling kampung ini.
Ketika masyarakat tergiur dengan tanaman tembakau, desa-desa di lereng gunung ini kini meranggas. Banyak tanaman keras ditebang untuk kemudian ditanami tembakau. Ketika Turah datang lalu menanam pohon dalam diamnya, ia dimusuhi, dilawan, dan dianggap gila. Bukankah tanaman tembakau lebih menguntungkan dibanding menanam sengon, sawo atau petai? Tetapi Turah melawan. Ia hanya pendatang di desa ini, tetapi ia ingin membuat desa ini berbeda. Ia terus menanam, tanpa disuruh siapapun, meski ditentang semua orang.
Telah berpuluh tahun ia melakukan itu, tanpa ada yang menyuruhnya, tak jelas apa maunya. Itu juga yang membuatnya dianggap gila. Orang-orang tua mewanti-wanti anak-anaknya untuk tidak mendekat kepadanya. Perempuan hamil menjauh darinya, kawatir jabang bayi di perutnya akan menjadi orang aneh sepertinya. Khalayak memanggil sosok tua itu sebagai Turah. Dari tetua kampung diketahui bahwa ia adalah pendatang di kampung ini sejak berpuluh tahun lalu, dalam status yang sama hingga hari ini, sebatang kara.
Yang orang tahu, Turah tinggal di bilik kayu, mirip kandang ternak, dekat kuburan pinggiran desa. Yang juga orang tahu, Turah hanya punya 3 pakaian, kaos bergambar partai, kaos bergambar obat kulit dan sebuah kemeja kumal yang hanya dipakai ketika ke masjid. Dia menambang pasir di sungai besar pinggiran desa, lalu dijualnya untuk makan sehari-hari. Ia memelihara ayam dan bebek yang sesekali dijual atau dihadiahkan kepada siapa yang ia mau.
Turah memulai harinya dengan mengaduk-aduk tempat sampah warga desa. Orang-orang meremehkannya sebagai manusia sampah. Ia mengangkut semua sampah itu tanpa disuruh, lalu menimbunnya di dekat rumahnya, yang kelak dipakainya untuk memupuk pohon-pohon yang ditanamnya.
Menjelang siang ia mulai menambang pasir, orang mengejeknya sebagai penjaga kali. Ia marah bila melihat orang membuang sampah di kali, ladang kehidupannya. Ia juga pasti murka jika ada orang mencari ikan dengan setrum ikan atau obat serangga. Uang penjualan pasir itulah yang dipakai membeli makan untuknya, juga ayam dan bebek piaraannya.
Menjelang sore ia kembali ke kandangnya, mengurusi benih-benih tanaman atau memberi makan ayam dan bebeknya, orang menyebutnya orang-orangan sawah. Benih itu nantinya akan terus ia tanam, sepanjang ada tanah menganggur di desa ini. Ia seperti hendak membuat desa ini serasa di tengah hutan, orang-orang pun terkadang merendahkannya sebagai orang hutan.
Rutinitas itu akan sedikit berbeda jika ada orang mati di desa ini. Turah akan paling bersemangat menggali liang kubur, sampai ia disebut tukang gali kubur. Atau ia akan duduk paling depan pada setiap shalat jumat, dan juga kalau di lapangan ada tontonan layar tancap.
Orang-orang mengacuhkannya, Turah dianggap tak ada. Bukankah ia selama ini sudah dicap sebagai gila dan julukan serba merendahkan lainnya? Orang-orang hanya mau berbicara dengan Turah kalau membutuhkan pasir kali untuk membangun rumah. Itupun mereka membayar dengan sedikit tipu-tipu. Juga sesekali mereka mencari Turah untuk meminta ayam atau bebek. Namun ketika mereka mengambil kelapa, nangka, petai, sawo, pisang dan pepaya dari pohon yang ditanam Turah, mereka merasa tak perlu berkata apapun. Toh Turah menanam itu di tanah desa yang manfaatnya untuk semua warga. Toh ketika Kepala Desa mendapat penghargaan karena desa itu hijau, rimbun dan teduh Pak Kades menyebutnya bahwa ia bersama warganya yang melakukan itu semua.
***
Belakangan ini musim begitu sulit diprediksi. Hujan lebat dua hari di awal kemarau ini membuat warga desa terkejut. Lereng gunung yang dahulu hutan lebat, kemudian menjadi kebun tembakau, kini luluh lantak diterjang amuk banjir dan longsor. Beruntung. Meski pada beberapa desa sekitar terjangan banjir dan longsor membuat pemukiman berantakan, di desa ini semua selamat. Rumah dan bangunan tetap tegak, manusia dan binatang ternak aman-aman saja.
Orang-orang membicarakan keberuntungan desa ini dari bencana. Mereka disadarkan pada satu fakta bahwa banyaknya pepohonan di sekeliling desa dan bantaran kali adalah pelindung dari petaka besar itu. Mereka sadar bahwa satu hal yang mereka acap abai, kini menjadi penyelamat tak terduga.
Orang-orang lalu menyebut Turah, orang yang sering mereka cemooh hanya karena kerjanya yang cuma mengeruk sungai dan mengurusi pepohonan. Kini mereka sadar bahwa kegilaan yang dilakukan Turah telah memberi andil pada keselamatan mereka. Orang-orang desa akhirnya insyaf karena mereka terlalu egois, lalu abai pada hal kecil yang dikerjakan oleh Turah yang acap kali mereka rendahkan.
Setelah memastikan warga desanya selamat, Kepala Desa mengajak warga menemui Turah. Mereka merasa harus berterima kasih padanya. Turah mengerjakan seruan Tuhan agar manusia merawat lingkungannya, dan itu yang mereka sering lalai. Bahkan ketika alam yang rusak menghukum desa-desa di sekitar mereka, desa mereka selamat karena Turah telah berbuat sesuatu yang bijak kepada lingkungan mereka.
Seperti biasa, bilik kecil di tepian desa itu sepi. Ketika kepala desa dan warga datang, yang ada hanya suara gaduh binatang yang kelaparan. Orang-orang hanya menemukan dua buah baju yang tergantung di dinding kayu. Ketika mereka mencarinya di tempat Turah biasa menambang pasir, hanya gerusan banjir yang tersisa di sepanjang sungai. Mereka tiada menemukan sosok yang dicari, hanya sebuah sobekan pakaian yang tersangkut di dahan bambu pinggiran sungai. Dari baju itu mereka mengenali pemiliknya, tetapi orang-orang hanya bisa diam dalam nafas yang tersedan, sebagian mereka menitikkan air mata, namun mereka tak tahu untuk siapa keharuan itu ada.
=============================
sedjatee – ditulis untuk hari lingkungan hidup, 5 Juni 2011, juga sebagai partisipasi pada gelaran Tantangan untuk Para Blogger Indonesia.
fakta : konferensi Stockholm 1972: tanggal 5 Juni hari lingkungan hidup internasional (menlh.go.id)
setiap tahun 1,8 juta hektare (ha) hutan Indonesia terdegradasi akibat penebangan hutan sekala besar (antaranews.com)
indek kerusakan lingkungan dengan urutan Pulau Papua (75,29), Sulawesi (73,66), Bali NTT (68,96), Sumatera (64,63), Kalimantan (62,01) dan Jawa (53,50) (tempointeraktif)
sumber gambar: united nations environment programme (UNEP)
kadang orang sering memandang sebelah mata pekerjaan yang semestinya mulia seperti yg di lakukan turah
bener Kang
masyarakat semakin lupa pada lingkungannya
sedj
Penyesalan selalu datang terlambat,, kasian Turah,,
semoga makin banyak orang2 yang peduli sama lingkungan.
tulisan yg sangat menarik dan lain dr lain ,ulasan ttg Turah ,yg malah dianggap ‘aneh’ pd masa sekarang, krn terbiasanya manusia pd perusakan hutan utk diambil keuntungannya tanpa mampu mengembalikan kehijauan bumi lagi .
Membaca data di tulisan terakhir, sungguh sangat menyeramkan, Mas.
apakah mungkin kita bisa menggantikan kerusakan yg sudah demikian hebat?
( hiii….ngeri) 😦
salam
Terima kasih akhirnya ikut menjawab “Tantangan untuk Para Blogger”.
sebuah aksi nyata dari orang yang dicap gila oleh sekitarnya. Padahal hasil karyanya (pohon) sering dinikmati juga oleh orang2 yang mencapnya gila itu.
Selamat Hari Lingkungan Hidup 2011; “Forests: Nature at your Service”.
Yang belum menjawab tantangan dari Alamendah langsung ceck TKP di: alamendah.wordpress.com/2011/06/03/tantangan-untuk-para-blogger-indonesia/
Itu kisah nyata bapake ya mas? Meski nggak ada adiahnya di tempate mas alam, sumangat menulisnya 2 jempol.
kok Mas Wandi tahu?
hehehe..
sedj
Pengorbanan dan kesabaran yg luar biasa yg dimiliki..ada ga ya Turah Turah lain didunia ini???
heran ya orang sekarang, ada orang yang bener2 menjaga lingkungan malah dianggap gila dan dianggap ‘aneh’! Coba aja deh di tempat umum, rekreasi dll…kita sibuk cari tong sampah kesana kemari..eh orang2 malah melengos dan mungkin mikir: susah banget Bu, buang aja tuh sampah disembarang tempat!
kita merasa tinggal di bumi milik kita sendiri
padahal itu adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijaga
padahal disitu ada titipan buat generasi penerus kita
sedj
Mari kita jaga lingkungan alam disekitar kita.selamat hari lingkungan hidup 🙂
Cerita yg sangat mengharukan, sebab situasi saat ini memerlukan sosok rela berkorban nan tulus sbg penyelamat lingkungan.
Smg smkn banyak tumbuh sosok spt itu.
Salam…
sepakat
selamat hari lingkungan hidup
sedj
Inspiring banget ya, Turah, saya jadi inget cerita teman saya akan orang #rimba di Sumatra yang sangat peduli dengan lingkungan dan kelestariannya
orang #rimba bisa dicari kabarnya di twitter
pengorbanan itu selalu perlu untuk mendapatkan hasil yang maksimal
saya kalau kemana-mana ditas selalu bawa tempat untuk sampah loh jadi disuatu waktu tidak ada tempat sampah tidak perlu repot
Saleum
kisah yang mengharukan ya bang,.. tidak ada lagi orang2 seperti si turah dijaman sekarang.
saleum dmilano
emang betul Fren
yang merusak banyak
yang pura-pura melestarikan, tapi menghancurkan juga banyak
sedj
coba kalau disertai niat tulus ya bang, pasti alam indonesia tetap terjaga kelestariannya.
Kesadaran lingkungan harus ditanamkan sejak dini. Semoga banyak Turah lainnya yang tumbuh di negeri ini.
Hemm… menarik..
selamat memperingati hari lingkungan hidup pak.. 😀
sama-sama……
turah? saya belum pernah mendengar istilah itu sebelumnya..
bahkan saya tak pernah menemukan orang seperti itu
sekarang jadi kenal kan?
sedj
Mengharukan… Berbuat Baik namun di anggap jahat… berbuat baik karna bukan mengharapkan kebaikan kembali.. Sungguh Luar Biasa….
Aku suka banget cerita ini, semoga kita lebih insyaf diri dan tidak sombong, dan mau melakukan sesuatu yg sangat berharga untuk lingkungan seperti Turah.
Subhanallah, walaupun org2 mencemoh, Turah gak perduli. Beruntung jg dia 🙂
sesuai namanya, Turah atau sisa, ya memang hanya sedikit yg ada. sedikit yg peduli jika dibandingkan dgn sekian buanyaknya lainnya yg kurang peduli.
saya juga baru sadar, namanya sendiri sudah menjelaskan kelangkaan dan keanehan karakternya…
sedj
saya ga sabar nunggu gimana keadaan di masa depan ketikaga ada tanaman hijau lagi. paling saya hanya bisa mengumpat dalam hati “rasain LO!”
nice…
selamat menjalankan hari lingkungan hidup>>>
salam konservasi,,
selamat hari lingkungan hidup..
salam konservasi..
terharu pak, ternyata apa yang biasanya dipresepsikan itu buruk ternyata tak selalu buruk, apa yang di anggap aneh oleh warga dalam cerita diatas, ternyata malah mendatangkan manfaat dikemudian hari. mari menanam pohon…
Turah sang genius local… postingan sip*****
Di tengah gempuran hidup yang materialistis di mana uang nyaris menjadi Tuhan, tidak banyak lagi orang seperti Turah, bisa dibilang langka..
mulailah dari lingkungan kita sendiri, berikan tindakan nyata bukan hanya sekedar kata-kata.. contoh kecil saja, masih banyak orang yg membuang sampah sembarangan.. *fiuuhh*
*meski rumah saya padat penduduk, tetap saja ada pohon Alpukat tumbuh di halaman, dan juga membiarkan halaman rumah tidak di paving semua. tindakan kecil memang.
inisiatif yang indah, Ne
semoga menginspirasi yang laen ya…
sedj
seringkali apa yang diangga manusia banyak sebagai hal yang hina, padahal itu merupan sesuatu yang sangat berharga bagi orang lain, walaupun banyak yang tidak menyadarinya
Dicari Turah Turah yang lain … untuk melanjutkan kecintaannya terhadap lingkungan yang hijau…
Ever Green!
wah, keikutsertaan dalam tantangan alamendah yang berprekpetif lain dari pada yang lain.
Saya bisa membayangkan bagaimana susahnya turah dalam mengisi hari-hari nya. PAdahal yang gemblong adalah masyarakat sekitar termasuk kadesnya. 🙄
Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan
sekadar coba-coba saja kok Bos
kalo artikelnya esai semua nanti pada bosan, hehehe..
sedj
dari namanya udh dapat kebaca,
Turah dalam bahasa Jawa artinya lebih, sudah barang tentu beliau punya kelebihan yang terpendam dalam dirinya tuk bekal hidup anak cucu dimasa depan namun sayang semua orang tidak menyadari hal itu
Orang2 seperti Turah adalah orang2 yang bekerja tanpa pamrih untuk menjaga kelestarian lingkungan. Anehnya, kebanyakan dari kita suka mencemooh dan masa bodoh dengan apa yang terjadi pada alam sekitar kita. Baru menyadari dan menyesal takkala bencana datang menghadang
turah alias si tukang marah, marah jika pohon2 ditebangi, sungai dikotori, ah…. Sosok yg tidak ada tp hrs ada.
versi aslinya masih ada, alhamdulillah
masih berperilaku “aneh” meski tak seekstrim ini
ending cerpennya sangat fiktif, hehehe…
sedj
kisah yang mengharukan…..sedih aku bacanya 🙂
jadi inspirasi untuk novel nih…terimakasih ceritanya!
itulah hidup Turah yg seharusnya jadi pahlawan malah kepala desa yang dapat penghargaan. Ironi! 😦
salam, seru jadi Guru 🙂
semoga sukses untuk kontesnya gan
Orang sering dikatakan sinting karena berpendapat lain dari yang lain, sekalipun pendapatnya itu hakikinya benar.
Sayapun sering dikatakan sinting karena berteriak2 dan menghujat bahwa gundulnya hutan tidak hanya menyebabkan erosi dan banjir. Hutan gundul juga menyebabkan gempa bumi, angin topan, tsunami, lumpur panas dll.
Masih adakah orang yang rela dikatakan sinting, walaupun sebenarnya sikap itu benar? Mungkin juga orang masih mengatakan: “benar untuk orang sinting”
Marilah orang2 yang dianggap sinting kita bergabung!!
Kita hanya memandang sbelah mata untuk profesi kotor yang sebenarnya mulia. Bahkan kita sendiri tak sanggup mengerjakannya hingga membutuhkan orang lain untuk menggantikan.Sayang, tak semua dari kita membuka mata 😦
Semoga semakin banyak Turah-turah berikutnya ya mas Sedj. Aamiin…
Banyak hikmah yang bisa dipetik dari cerita diatas. Betapa sebuah “kebenaran” dianggap seseatu yang aneh, dan banyak orang berkata tentang sesuatu yang bertolak belakang…
Butuh solusi untuk sebuah solusi..
jaman edan, sing ora edan dianggep edan
yen ora edan ora keduman
sedj
Hiks…hiks… Om Iiiis, aku jadi terharu nih. Sekarang ini kalo gak ngikut arus dibilang aneh dan gila. Padahal justru orang yang selalu mengikuti arus malah akhirnya celaka.
Rumahku sempit,tak berhalaman tapi masih menyempatkan nanam pohon sawo di pinggir jalan. Moga ndak dibilang aneh kayak Turah yaa 🙂
Comment pertamaku disini. Tetangga baru nih. Salam kenal ya,Mas.. 😀
Kalo lagi bengong, mampir dong kerumah baruku.Hehehe…
http://wahyuchandra.wordpress.com/2011/06/07/banci-monster-aaaa/
Turah sedang pergi ke luar desa untuk beli baju baru. 🙂
Salam Takzim
Turah kamu dimana, ko ga pulang pulang
Salam Takzim Batavusqu
kadang kita dan lingkungan justru bagian dari penduduk desa yang menghujat itu, turah sudahlah tak dibantu, malah diejek pulak,
lingkungan dengan versi cerita yang sangat menarik nih Pak.
susah mencari sosok Turah saat ini, peduli lingkungan karena kesadaran sendiri tanpa banyak kata walau dianggap gila…, susahnya lagi sikap yang beda seringkali dianggap aneh dan abru tahu kebenerannya kalo sudah terlambat
orang hebat itu memamnga kadangkala dianggap edan ma orang Kang.. padahal yang anggap edan itu sebenarnya ya edan.. essip ceritane.. semoga Indonesia punya sosok-sosos seperti Turah
salam lestari Indonesia
tentang alam dan lingkungan paling mantep tetaplah kalo yang nulis Kang Akbar..
selalu punya gaya yang pas… dan terbukti reputasinya, iya to Kang…
sedj
Baru sadar kalo ternyata tulisan ini buat kontes. 😀
Tapi yo tetep kaya biasanya,
tak ada kesan terburu2,
apalagi kesan kejar tayang….
jan tenan tulisane pyan, kang…
lha ini dia….
kalo Kang Hilal udah bikin komen disini
aku langsung klepek-klepek….
sedj
Sebuah cerita yang bisa membirakan inspirasi kita semua agar selalu menjaga keutuhan alam dan lingkungan hidup. Thanks…,
Mantab tulisannya, menjadi inspirasi saya dalam menulis >_<
Mas Sedjatee,
Terima kasih komentarnya di blog saya yang memberikan surprises untukku. Saya punya tantangan yang lain untuk pengidola tokoh imaginer Adipati Karna ini. Silakan baca reply komentar saya diblog semesem.com.Saya yakin tokoh Sedjatee ini tidak akan “gigrig” menyambut tantangan saya. Saya tunggu.Terima kasih.
miris aku liat faktnya mas bro…
waduh, ajakan berbentuk sastra tingkat tinggi..
luar biasa Pak…
pengajaran yang amat ciamik..
mudah2an kita bisa menjadi sosok2 pembaharu sebagaimana Turah..
amin..
aku kelewatan, sebaaaaaaaal
kisah yg inspiratif
mas boleh nanya
gmn kalau hutan itu diganti dengan sawit atau karet ? (bc: perkebunan)
Hm, So i’m comfortable with this but nevertheless not fully confident, hence i’m going to research a little bit more.
hi-ya, I like all your posts, keep them coming.